Penguasa yang Akan Mendapatkan Perlindungan Allah




Penguasa atau imam ialah seseorang yang memimpin sekelompok orang, atau sebuah masyarakat tertentu, baik itu masyarakat yang bernama keluarga, masyarakat kantor, masyarakat desa, masyarakat kabupaten ataupun masyarakat Negara. Semuanya termasuk dalam kategori penguasa atau imam. Dan setiap imam akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Bahkan manusia adalah imam terhadap dirinya sendiri dan setiap yang ada padanya akan dimintai pertanggungjawaban.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW pernah bersabda; “Tujuh orang yang akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya ialah ; 1. Penguasa yang adil, 2. Seorang Remaja yang rajin beribadah kepada Allah Azza wwa Jalla, 3. Seorang lelaki yang hatinya terpaut di masjid, 4. Dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah, berkumpul dan berpisah karena Allah, 5. Seorang laki-laki yang dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan kemudian ia berkata “sesungguhnya aku takut kepada Allah”, 6. Seorang yang mengeluarkan sedekah kemudian disembunyikannya, seolah-olah tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya, 7. Seorang yang dzikir kepada Allah ditempat yang sunyi kemudian kedua matanya mencucurkan air mata.”
Yang dimaksud naungan Allah SWT adalah rahmat, perlindungan, dan pengamanan dari Allah kepada orang-orang tertentu dari rasa takut, dari teriknya matahari pada hari kiamat dan kesulitan-kesulitan pada hari yang tidak ada perlindungan selain perlindungan dari Allah SWT. Perlindungan tersebut diberikan oleh Allah karena ketaatan dan penyerahan diri semata-mata hanya mencari ridho Allah SWT.
Dan salah satu yang akan mendapat perlindungan dari Allah SWT adalah seorang pemimpin, atau penguasa yang bertindak adil. Dia adalah seorang penguasa yang melaksanakan amanah sesuai profesinya, dengan mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Allah SWT memerintahkan kepada orang mukmin untuk berlaku adil sekalipun terhadap keluarga sendiri, sebagaimana tercantum dalam surat An-Nisa ayat 135.

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia [*] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”

[*] Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.

Juga dalam surat Al Maidah ayat 8 Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sebagai orang mukmin kita diharuskan untuk berlaku adil, bahkan meskipun terhadap orang yang tidak kita sukai berdasarkan agama kita. Kita harus tetap berlaku adil meskipun terhadap orang kafir. Karena sesungguhnya berbuat adil itu lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Dan alangkah berbahagianya kita jika pada hari kiamat, hari yang tiada perlindungan selain perlindungan dari Nya, kita mendapatkan rahmat dan naungan dari Nya. Betapa senangnya kita, andaikata kita termasuk dalam golongan orang-orang yang berwajah ceria karena mendapat rahmat dari Allah SWT, sedangkan banyak dari manusia adalah berwajah muram karena banyak berbuat salah dan maksiat kepada Nya. Pada akhirnya, semoga kita dimasukkan Allah Azza wa Jalla sebagai hambaNya yang dapat berbuat adil, karena berbuat adil lebih dekat kepada taqwa. Dan taqwa akan mendekatkan kita kepada Allah SWT. InsyaAllah. Allahu’alam.

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Tahayul, Bid’ah dan Churofat (TBC)

Khittah Langkah 12

Pengertian Muhammadiyah menurut Bahasa dan Istilah