3 Masalah Akibat Otonomi Daerah Menurut Muhammadiyah
Otonomi daerah
dimaksudkan sebagai upaya untuk keluar dari system sentralistik rezim Orde Baru
(Orba) yang bertumpu pada Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Dalam system yang
sentralistik tersebut, daerah mengalami disparitas politik, ekonomi, yang
kemudian menjadikan Jakarta sebagai pusat kekuasaan dan pembangunan.
Kemudian, era
reformasi menghasilkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan diperbarui dengan UU
No. 32 Tahun 2004, yang menjadikan kewenangan politik,
ekonomi dan pembangunan lebih demokratis dan merata. Kewenangan ini mencakup hamper seluruh sector pemerintahan kecuali urusan Luar Negeri, Pertahanan, Moneter, Hukum dan Agama.
ekonomi dan pembangunan lebih demokratis dan merata. Kewenangan ini mencakup hamper seluruh sector pemerintahan kecuali urusan Luar Negeri, Pertahanan, Moneter, Hukum dan Agama.
Dalam perjalanannya,
system otonomi daerah mengalami banyak masalah, yang secara garis besar
terdapat tiga persoalan. Berikut adalah 3 Masalah Akibat Otonomi Daerah Menurut
Muhammadiyah :
1.
Kebijakan daerah bersifat eksesif dan melanggar
aturan.
Supervisi, monitoring dan pengawasan dari pemerintah pusat tidak berjalan
dengan baik sehingga muncul Kebijakan daerah bersifat eksesif dan melanggar peraturan.
Sebagai contoh adalah kebijakan dalam bidang kepegawaian tanpa mengindahkan
persyaratan yang berlaku untuk jabatan tersebut; juga pemberian ijin usaha yang
tidak sesuai dengan standard dan norma yang diatur secara nasional.
2.
Pemilukada menimbulkan kerusakan yang massif.
Pemilihan kepala daerah secara langsung adalah amanah dari UUD. Namun dengan
berkembangnya pragmatism politik secara luar biasa, akhirnya menimbulkan
praktik korupsi secara massif, memunculkan dinasti politik, merusak budaya
politk, memicu konflik dan melahirkan sikap pembangkangan kepala daerah kepada
pimpinan di atasnya.
3.
Munculnya gerakan pemekaran daerah dengan
motivasi sempit.
Pemekaran daerah seringkali berangkat dari motivasi sempit seperti etnis,
agama dan penguasaan sumberdaya alam, juga dilatarbelakangi kepentingan para
elit untuk menjadi kepala daerah. Hal ini menimbulkan pembengkakan anggaran
yang harus dialokasikan ke daerah.
Comments
Post a Comment