6 Sikap Muhammadiyah Terhadap Pornografi
Semakin hari
semakin banyak aksi dan perbuatan yang mengandung unsur porno, baik itu berupa
pornografi dan pornoaksi, termasuk penemuan soal ujian porno oleh PDPM Sukoharjo. Melihat aksi pornografi sangat
marak terjadi di berbagai media massa maka kita
perlu mengetahui hukum pornografi menurut Muhammadiyah.
Berikut ini
adalah 6 Sikap Muhammadiyah Terhadap Pornografi
sesuai dengan Keputusan Munas Tarjih ke-26 tahun 2003 tentang
Pornografi dan Pornoaksi di Padang, Sumatera Barat :
1.
Pornografi
adalah semua produk berupa gambar, tulisan, dan suara yang menimbulkan nafsu
birahi yang pemanfaatannya bertentangan dengan agama, moral, dan kesopanan.
Pornoaksi adalah sikap, perilaku, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual
baik dilakukan secara sendirian atau bersama-sama yang pemanfaatannya
bertentangan dengan agama, moral dan kesopanan.
2.
Pornografi
dan pornoaksi merebak antara lain disebabkan oleh : (a) munculnya era kebebasan
media cetak dan elektronika, dan pergaulan bebas, (b) semakin massifnya
kasus perjudian, minum-minuman keras, narkoba, pencurian (termasuk korupsi),
dan perzinahan, (c) fenomena busana mini dan seksi, (d) pengaruh iklan obat
kuat dan pemakaian kontrasepsi, (e) budaya global, termasuk budaya
konsumeristik dan hedonistik.
3.
Pertimbangan
dalam mensikapi merebaknya pornografi dan pornoaksi adalah: (a) kenyataan bahwa
pornografi dan pornoaksi memiliki dampak yang sangat negatif, (b) membiarkan
pornografi dan pornoaksi dapat berakibat pada penghancuran bangsa, dan (c)
sebagian besar ummat Islam dan bangsa Indonesia belum memberikan perhatian
secara maksimal terhadap pornografi dan pornoaksi dan dampaknya.
4.
Akibat-akibat
negatif pornografi dan pornoaksi
antara lain; (a) dapat membangkitkan seksualitas yang liar, (b) dapat
menimbulkan kekacauan (chaos) sosial, (c) dapat melahirkan prostitusi
dan kriminalitas, (d) meracuni kerangka pikir dan menggelapkan hati nurani, (e)
meluluhlantakkan nilai-nilai agama dan moral.
5.
Hukum
pornografi dan pornoaksi adalah haram, sesuai dengan al-Qur’an,
as-Sunnah al-Maqbulah, dan beberapa kaidah fiqhiyyah (terlampir),
sedangkan untuk kepentingan pendidikan, medis, penelitian, dan kegiatan ilmiah
lainnya adalah bukan pornografi dan pornoaksi, hukumnya adalah mubah
sesuai dengan kaidah fiqhiyyah: “al-Hajatu qad tanzilu manzilat
al-dharurat”.
6.
Penanggulangan
pornografi dan pornoaksi dapat dilakukan melalui cara
preventif dan repressif. Preventif dilakukan dalam bentuk: (a) kampanye
anti pornografi dan pornoaksi baik melalui media cetak, elektronik, intranet,
maupun internet; (b) sosialisasi anti pornografi dan pornoaksi melalui
pendidikan akhlaq al-karimah; (c) penyediaan sarana: pembinaan,
pengawasan, rehabilitasi, dan peran serta masyarakat. Sementara itu,
penanggulangan repressif dilakukan melalui: (a) mendesak adanya undang-undang
anti pornografi dan pornoaksi melalui lobying dan aksi sosial; (b)
dibentuknya badan sensor yang independen.
Comments
Post a Comment