Unifikasi Kalender Hijriyah
Setiap menjelang
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta Idul Adha, umat Islam –di Indonesia khususnya-
seringkali dibuat kebingungan dalam memulai bulan baru tersebut. Pemerintah,
melalui Kementrian Agama menetapkan awal bulan baru menggunakan metode rukyah,
yang karenanya harus menunggu hingga hari H tiba. Sementara Muhammadiyah
menggunakan metode hisab wujudul hilal, yang dengan metode tersebut, mulainya
bulan baru sudah dapat ditentukan jauh hari sebelumnya.
Muhammadiyah
mulai menggunakan teori wujudul hilal mulai tahun 1938. Langkah ini ditempuh sebagai "jalan
tengah" antara
sistem hisab ijtimak (qabla al-gurub) dan sistem imkanur
rukyah atau jalan tengah antara hisab murni dan rukyah murni. Karenanya
bagi sistem wujudul hilal metodologi yang dibangun dalam memulai tanggal
baru pada Kalender Hijriyah tidak semata-mata proses terjadinya ijtimak, tetapi
juga mempertimbangkan posisi hilal saat terbenam matahari.
Akan tetapi,
Muhammadiyah sebagai organisasi tajdid merasa bahwa system wujudul hilal bukan
merupakan harga mati. Muhammadiyah akan menerima sebuah teori baru, jikalau
teori tersebut lebih relevan dengan tuntutan syar'i dan sains, maka
Muhammadiyah tidak segan untuk menggunakannya.
Demi kepentingan
umat, Muhammadiyah mendukung diadakannya langkah-langkah menuju unifikasi kalender
hijriyah terutama kajian ulang terhadap standar imkanur rukyah yang
dipedomani Departemen Agama Republik Indonesia, yang dibangun dengan kejujuran,
kesadaran objektif ilmiah dengan mekanisme kerja yang jelas dan terarah.
Comments
Post a Comment